Berkurangnya testosteron artinya menurunnya massa otot, kepadatan tulang, resistensi insulin, penurunan gairah seksual, kurang energi, lebih sering merasa tertekan, dan mudah marah. Beberapa ilmuwan menghubungkan penurunan testosteron dengan tingkat harapan hidup, namun hanya sedikit studi yang mendukung hal tersebut. Ilmuwan dari VA Puget Sound Health Care System dan University of Washington, Seattle, menganalisa hubungan antara jumlah testosteron dan kematian pada 858 responden pria pada usia 40 tahun ke atas.
Mereka melakukan pemeriksaan testosteron selama dua kali antara 1994 dan 2002, dalam satu periode 4,3 sampai 8 tahun. Hasilnya dicatat: 19 % (166) pria memiliki tingkat testosteron rendah; 28 % (240) tingkat testosteronnya tak stabil (turun naik); dan 53 % (452) memiliki tingkat testosteron normal.
Hasil lebih lanjut menyebutkan sekitar 20.1 % dari pria dengan tingkat testosteron normal meninggal selama studi berlangsung, sementara pria dengan tingkat testosteron tak stabil mencatat angka kematian 24.6 %, dan prosentase paling tinggai (34.9 %) dialami mereka yang memiliki tingkat testosteron rendah. Data ini diterjemahkan dari sekitar 88 % kenaikan tingkat kematian pada mereka yang memiliki jumlah testosteron lebih rendah dibanding mereka yang memiliki jumalh testosterone normal.
Tanpa melibatkan variables prasangka tingkat kematian dan penurunan tingkat testosteron, seperti usia, penyakit yang diderita dan indeks masa tubuh, para ilmuwan masih mencatat kenaikan tingkat kematian sebesar 68 %, tanpa menghitung mereka yang meninggal setelah satu tahun penelitian.
“Ketetapan resiko kematian tanpa melibatkan catatan kematian di awal studi menyebutkan bahwa penyakit tak memiliki hubungan antara rendahnya tingkat testosteron dan kematian. Studi lebih lanjut masih dibutuhkan untuk lebih mengklarifikasi hubungan tersebut,” papar para ilmuwan seperti dilansir Australian.News, dari Archives of Internal Medicine, terbitan Agustus 2006.
Di kutip dari kapanlagi.com